Banyak peristiwa unjukrasa di republik ini selalu berujung ricuh, memakan korban harta dan nyawa baik dari pihak keamaman, polisi maupun dari pihak pengunjuk rasa. Apa yang semula diperjuangkan merupakan misi yang mulia ,demi keadilan , demi rakyat dan lain-lain justru berbelok tujuannya menjadi sesuatu yang jauh dari sikap ketaatan pada hukum ,norma dan etika.Mengapa ini terjadi, apa yang salah. Bagaimana sebaiknya kita memahami unjukrasa sebagai salah satu alat komunikasi.
Unjukrasa kerap dilakukan dengan cara yang justru mengurangi hak dan kenyaman orang lain, misal memblokir jalan, membakar ban dan sikap provokasi lainnya. Warga lain yang mungkin saja saat itu ada kepentingan yang mendesak untuk sampai ke satu tujuan terpaksa menjadi korban karena kemacetan yang sengaja diciptakan. Unjuk rasa semacam ini gagal mencapai tujuan mulianya sebagai sarana memperjuangkan perubahan kearah lebih baik bagi kehidupan bersama.Dan bahkan mengurangi simpati dari halayak .
Unjuk rasa yang kita lihat sering memunculkan kesan yang menakutkan, kental dengan nuasa kekerasan. Simbol, atribut, tulisan dan ungkapan-ungkapan keras dalam orasi ,wajah-wajah yang bringas memperkuat kesan ini.
Aksi seperti ini berpotensi mendapat reaksi yang mengarah kepada bentrok fisik dengan petugas keamanan.
Unjukrasa arti harfiahnya adalah suatu rapat umum atau konvoy,arak-arakan massa /warga menyampaikan aspirasi , protest atau dukungan terhadap seseorang atau sesuatu. Intinya unjuk rasa adalah upaya untuk keluar dari suatu keadaan yang dirasakan tidak adil , atau adanya kesewenang-wenangan dari siapapun , dengan harapan pihak yang bertanggungjawab , merespons dengan jernih dam mau berdialog secara sehat tanpa adanya tekanan dan pemaksaan dari kedua pihak untuk mencari pemecahan. Atau dengan kata lain unjuk rasa adalah upaya untuk mencapai perubahan dalam tata kehidupan bermasyarakat kearah lebih baik.
Melihat unjuk rasa sebagai upaya untuk perubahan M .Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan Al Quran “ menyatakan , ” perubahan baru dapat terlaksana bila dipenuhi dua syarat pokok : (a) adanya nilai atau ide ; (b) adanya pelaku –pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai –nilai tersebut .
Artinya apabila kita ingin benar-benar unjuk rasa bisa menghasilkan perubahan yang diinginkan , syaratnya paling tidak , pertama harus ada ide yang jelas dan didasari oleh nilai yang berlaku secara universal.
Ide bisa diartikan rencana, pemikiran, atau saran atau tuntutan kepada pihal lain . Jadi tema yang diusung dalam unjuk rasa benar-benar merupakan hasil suatu pemikiran yang matang dan visi yang jelas, tidak terkesan spontanitas sehingga tidak sia-sia. Misal beberapa waktu yang lalu banyak demo / unjukrasa menolak kenaikan BBM . Banyak energi bangsa kita terkuras untuk mengatasi unjukrasa ini dan korban materi yang tidak sedikit, sementara kenaikan BBM tetap terjadi.
Mestinya kita bisa mengkaji lebih mendalam secara jernih tidak emosional misalnya mengapa BBM harus dinaikan, adakah suatu kesengajaan menyengsarakan rakyat dalam kebijakan itu. Mungkin ada cara lain untuk menyampaikan aspirasi selain unjuk rasa, diskusi misalnya .Melalui forum diskusi terjadi komunikasi dua arah untuk bisa saling memahami secara damai, disamping itu banyak manfaat bagi siapa saja dalam bentuk pembelajaran bagaimana mengasah kemampuan akademisnya dalam memecahkan suatu masalah bangsa.
Ide yang diusung misal mengkritisi kenaikan BBM harus didasari oleh nilai. Nilai disini diartikan suatu yang telah disepakati dalam kehidupan bersama masyarakat sebagai suatu kebaikan, misal keadilan, keikhlasan, kejujuran, tenggangrasa, pengorbanan,tanggungjawab . Jauh dari sikap dendam, emosional, atau motif- motif lain yang justru melenceng dari tujuan awalnya.
Kedua, pelaku unjuk rasa itu sendiri harus menghayati dan menggunakan nilai-nilai sebagai rambu-rambu dalam memperjuangkan ide tersebut. Ini terlihat dari cara-cara dan model-model unjukrasa damai simpatik dan terarah, ucapan, tulisan tidak provokatif dan tindakan tidak mengganggu ketertiban umum / mengganggu hak orang lain.
Unjuk rasa bisa juga dilihat sebagai media komunikasi. Yaitu proses pengiriman suatu pesan antar dua pihak , sender/ pengirim dan reciever / penerima. Tujuan komunikasi adalah agar pesan sampai kepada penerima , dipahami dan direspon sesuai dengan keinginan pengirim.
Proses komunikasi berhasil baik apabila pesan yang dipilih memang hasil ide yang jernih, disampaikan melalui media yang dikemas dengan memperhatikan nilai-nilai ,norma –norma yang berlaku, disampaikan pada waktu yang tepat dan ditujukan kepada orang/pihak yang tepat pula.
Kita bisa bayangkan , apa yang bisa diharapkan dari unjuk rasa yang dilaksanakan dengan cara-cara anarkis, pemaksaan kehendak ,kekerasan, caci maki , riuh rendah , penuh dengan rasa dendam, kebencian. Itulah yang terjadi pada demo di Sumut beberapa waktu yang lalu ,sampai menewaskan seorang Ketua DPRD.
Kalaupun unjuk rasa biasanya harus melibatkan massa dalam jumlah besar , ini jangan diartikan sebagai alat pemaksa secara fisik kepada pihak target unjuk rasa.
Jumlah massa lebih ditujukan untuk membuktikan bahwa aspirasi yang diusung adalah kepentingan publik, tapi tetap mengutamakan rasionalitas dan moralitas .
Agar unjuk rasa bisa mencapai tujuannya dan mendapat simpati halayak , pihak inisiator ,pemprakarsa perlu mensosialisasikan tema, ide, visi unjukrasa kepada massa peserta secara jelas sehingga tidak mudah dibelokan oleh pihak lain yang ingin memanfaatkan situasi.
Massa peserta diharapkan memahami bahwa perjuangan ini sesungguhnya mulia untuk kesejahteraan bersama, sehingga perlu dilakukan dengan cara-cara yang mulia juga. Dalam kehidupan bermasyarakat kita bisa saja menyalahkan orang lain dan mengganggap kita yang benar ,namun perlu disadari bahwa kebenaran absulot hanya millik Illahi Rabbi.
Sebagai media komunikasi , unjuk rasa bertujuan agar pesan diterima, dipahami dan direspons oleh pihak lain untuk mencari pemecahan masalah ,bukan menciptakan masalah baru.
Unjuk rasa sebagai gerakan moral mesti dijalankan dengan cara –cara bermoral . -